Dana
Pihak Ketiga (DPK)
1. Pengertian Dana Pihak Ketiga
Dana pihak ketiga (simpanan) berdasarkan UU
Perbankan No.10 tahun 1998 adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada
bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, tabungan,
doposito dan bentuk lainnya. Dana pihak ketiga yang dihimpun dari masyarakat
luas merupakan sumber dana terpenting, bagi oprasional bank.
Menurut Ismail, dana pihak ketiga biasanya
lebih dikenal dengan dana masyarakat,
merupakan dana yang dihimpun oleh bank yang berasal dari masyarakat dalam arti
luas, meliputi masyarakat individu, maupun badan usaha sumber dana dari masyarakat merupakan sumber
dana yang utama bagi bank.
Dana pihak ketiga adalah dana yang berupa
simpanan yang berasal dari masyarakat luas yang merupakan sumber dana
terpenting bagi kegiatan operasional suatu bank.
2.
Jenis-jenis
Dana Pihak Ketiga
Menurut Kasmir, yang termasuk dalam dana
pihak ketiga yaitu giro, tabungan dan deposito, ketiga macam dana pihak ketiga tersebut,
akan dijelaskan sebagai berikut:
a.
Giro
Giro
adalah simpanan dana pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat dilakukan
setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, surat perintah bayar lainnya
serta media lainnya, seperti ATM, lazim disebut dengan rekening koran.
b.
Tabungan
12
|
c.
Deposito
Berjangka (Time deposit)
Deposito
berjangka adalah produk bank sejenis tabungan, dimana uang yang disetorkan
dalam deposito berjangka tidak boleh ditarik nasabah dan baru bisa dicairkan
sesuai dengan tanggal jatuh temponya. Ada beberapa jangka waktu dalam deposito
berjangka yakni 1, 3, 6, 12 atau 24 bulan
4. Akad-Akad dalam DPK
a.
Wadi’ah
1).
Pengertian Wadiah
Wadiah
merupakan prinsip simpanan murni dari pihak yang menyimpan atau menitipkan
kepada pihak yang menerima titipan untuk dimanfaatkan.
Tititpan harus dijaga dan dipelihara
oleh pihak yang menerima titipan, dan titipan ini dapat diambil sewaktu-waktu
pada saat dibutuhkan oleh pihak yang menitipkanynya.
Kata
wadiah berasal dari wada’a asy syaiya, yaitu meninggalkan sesuatu,
sesuatu yang seseorang tinggalkan kepada orang lainagar dijaga disebut wadiah, karena
dia meninggalkannya pada orang yang sanggup menjaga.
Wadiah merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu
maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penyimpan
menghendakinya.
Apabila
seseorang menitipkan barang kepada saudaranya, maka ia wajib menerima titipan tersebut, bila ia merasa mampu menjaganya, hal
ini termasuk dalam ranggka tolong-menolong dalam ketakwaan dan kebijakan. Pihak
penerima barang titipan wajib mengembalikan titipan kepada pemiliknya kapan
saja ia memintanya.
Tolonng
– menolong sangat dianjurkan bagi setiap muslim. Hal tersebut dijelaskan dalam
QS Al-Maidah (5) : 2 sebagai berikut:
ۘ وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰى ۖ وَلَا
تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ؕ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kepada Allah sungguh ia sangat berat siksanya.[6]
Wadiah
juga didefinisikan sebagai akad penitipan barang atau uang antara pihak yang
mempunyai barang atau uang dan pihak
yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, kemanan serta
keutuhan barang atau uang.
2). Dasar Hukum Wadiah
Wadiah
disyariatkan berdasarkan Al-Quran, As-sunnah dan Ijma’. Di antara ayat yang
menunjukkan persyariatan wadiah adalah surah An Nisa ayat 58:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَماناتِ إِلى
أَهْلِها وَإِذا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ
اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كانَ سَمِيعاً بَصِير
“Sesungghnya Allah menuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu
menetapkannya dengan adil. Sungguh Allah sebaik-baik yang memberi pelajaran
kepadamu. Sungguh Alah maha mendengar, maha melihat.
Ayat lain
yang dapat dijadikan dasar persyariatan wadiah adalah surat Al-Baqarah ayat
283:
فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم
بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَُّ
Akan tetapi jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai
itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.
3). Rukun
dan Syarat Wadiah
Kalangan
Hanafiyah berpendapat bahwa rukun wadiah ada dua, yaitu ijab dan kabul. Ijab
ini dapat berupa pernyataan untuk menitipkan, seperti pernyataan “aku titipkan
barang ini kepadamu” atau pernyataan lain yang menunjukkan ada maksud untuk
menitipkan barang kepada orang lain. Kemudian kabul berupa pernyataan yang menunjukkan
penerimaan untuk menerima amanat titipan.
Mayoritas
Ulama berpendapat sebagaimana kalangan Syafi’iyah, bahwa rukun wadiah ada
empat, yaitu dua pihak yang berakad, barang yang di titipkan, ijab dan kabul.
Pihak yang menitipkan dan yang menerima titipan harus orang yang cakap hukum berkaitan dengan syarat shigah.
Komplikasi
Hukum Ekonomi Syari’ah pasal 370 menyebutkan rukun wadiah adalah a). Muwaddi’/
penitip; b). Mustauda’/ penerima titipan; c). Wadiah bih / harta titipan; dan
d) akad.
Vertizhal
Rivai dan Arviyan Arifin dua orang teoritisi dan sekaligus praktisi dalam
bidang lembaga keuangan syariah memaparkan syarat-syarat wadiah sebagai
berikut:
a) Syarat Punya Barang Dan Orang Yang Menyimpan
1) Pemilik barang dan orang yang menyimpan hendaklah:
a. Sempurna akal pikiran.
b. Pintar yakni mempunyai sifat rusyd.
c. Tetapi tidak disyaratkan cukup umur atau baligh. Orang yang belum
baligh hendaklah terlebih dahulu
mendapat izin dari penjaganya untuk mengendalikan wadiah
2) Pemilik barang dan orang yang menyimpan tidak tunduk pada perorangan
saja.
b) Syarat Barang
1) Barang yang disimpan hendaklah boleh dikendalikan oleh orang yang menyimpan.
2) Barang yang disimpan hendaklah tahan lama
3) Jika barang yang disimpan itu tidak boleh tahan lama orang menyimpan
boleh menjual setelah mendapat izin dari pengadilan dan uang penjualan disimpan
hingga sampai waktu penyerahan balik kepada yang punya.
Dalam akad Wadiah, bank syariah dapat
menawarkan dua produk perbankan yang telah dikanal oleh masyarakat luas yaitu
giro dan tabungan.
Kedua produk ini dapat ditawarkan dengan
menggunakan akad wadiah, yaitu giro wadiah dan tabungan wadiah.
1. Giro
Wadiah
a. Pengertian Giro Wadiah
Giro
wadiah adalah produk pendanaan bank syariah berupa simpanan dari nasabah dalam bentuk rekening
giro (current account) untuk keamanan dan kemudahan pemakainnya[.
Karakteristik giro wadiah ini mirip dengan giro pada bank konvensional, ketika
kepada nasabah penyimpan diberi garansi untuk dapat menarik dananya
sewaktu-waktu, baik dari bilyet giro, kartu ATM, atau dengan cara pemindah
bukuan tanpa biaya. Bank syariah menyalurkan dananya dengan menggunakan dana
nasabah yang terhimpun untuk tujuan mendapatkan keuntungan dalam kegiatan yang
berjangka pendek atau untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank, selama dana
tersebut tidak ditarik. Bank tidak menggunakan dana ini untuk pembiayaan bagi
hasil, yang sifatnya jangka pendek. Keuntungan yang diperoleh bank menggunakan
dana ini, menjadi milik bank, demikian juga kerugian, sepenuhnya menjadi
tanggung jawab bank, bank diharuskan untuk memberikan suntikan insentif berupa
bonus kepada nasabah yang menghimpun dananya ke bank . Besarnya bonus tidak
disyaratkan sebelumnya, juga tidak dibilang dimuka.
b. Aplikasi dan Skema Giro Wadiah
Aplikasinya
ada giro wadiah yang memberikan bonus dan ada giro wadiah yang tidak memberikan
bonus.
Pada kasus pertama, giro wadiah memberikan bonus karena bank menggunakan dana
giro ini untuk tujuan produktif dan menghasilkan keuntungan, pihak bank dapat
memberikan bonus kepada nasabah deposan. Pada kasus kedua , giro wadiah tidak
memberikan bonus karena bank hanya menempatkan dana simpanan giro ini untuk menyeimbangkan
operasi bank dan untuk transaksi jangka pendek atas tanggung jawab bank dan
tidak menghasilkan keuntungan rill.
Skema giro
wadiah yakni pihak penitip adalah nasabah deposan, pihak penyimpan adalah bank,
dan barang, aset yang dititipkan adalah uang. Simpanan giro (current
account) di bank syariah tidak selalu menggunakan prinsip yadh amanah karena
pada dasarnya giro dapat dianggap sebagai suatu kepercayaan dari nasabah kepada
bank untuk menjaga dan mengamankan aset/dananya. Dengan prinsip ini nasabah
deposan tidak menerima imbalan atau bonus apapun karena aset/dana yang
dititipkan tidak akan dimanfaatkan untuk tujuan apapun, termasuk untuk kegiatan
produktif. Sebaliknya Bank boleh membebankan biaya administrasi penitipan.
c. Macam-macam Giro Wadiah
Giro
wadiah dibagi menjadi dua yakni giro wadiah yad al-amanah dan giro
wadiah yad ad-dhamanah.
1) Giro wadiah yad al-amanah adalah simpanan yang dititipkan nasabah
kepada bank tidak untuk dimanfaatkan, nasabah hanya mengukur kepercayaan dan
mengamankannya di bank dengan demikian nasabah tidak menerima bonus atau
imbalan apapun.
2) Giro wadiah yad ad-dhamanah adalah simpanan yang ditipkan nasabah
kepada bank yang dapat dipergunakan, dimanfaatkan bank atau untuk digunakan
lebih produktif, sehingga nasabah berhak menerima bonus dan imbalan dari pihak
bank, dengan syarat bonus tidak dikatakan dimuka.
3) Selain itu, simpanan giro juga dapat menggunakan prinsip qardh ketika
bank dianggap sebagai penerima pinjaman tanpa bunga dari nasabah deposan. Bank
dapat memanfaatkan dana pinjaman dari nasabah deposan untuk tujuan apa saja,
termasuk untuk kegiatan produktif mencari keuntungan. Sementara itu, nasabah
deposan dijamin akan memperoleh kembali dananya secara penuh, sewaktu-waktu
nasabah ingin menarik dananya. Bank boleh juga memberikan bonus kepada nasabah
deposan, selama hal ini tidak disyaratkan di awal perjanjian, Simpanan giro
seperti ini diterapkan di perbankan Islam di Iran.
2. Tabungan Wadiah
a. Pengertian
Tabungan Wadiah
Tabungan wadiah adalah produk pendanaan bank
syariah berupa simpanan dari nasabah dalam bentuk rekening tabungan (saving
account) untuk keamanan dan kemudahan pemakaiannya seperti giro wadiah,
tetapi tidak sefleksibel giro wadiah, karena nasabah tidak dapat menarik
dananya denga cek. Karakteristik tabungan wadiah ini juga mirip dengan tabungan
di bank konvensional, ketika nasabah penyimpan dapat garansi untuk dapat
menarik dananya sewaktu-waktu dengan menggunakan berbagai fasilitas yang di
sediakan bank, seperti kartu ATM dan sebagainya tanpa biaya. Seperti halnya
pada giro wadiah, bank juga boleh menggunakan dana nasabah yang terhimpun untuk
tujuan mencari keuntungan dalam kegiatan yang berjangka pendek atau untuk
kebutuhan likuiditas bank. Bank dapat menggunakan dana ini lebih leluasa
dibandingkan menggunakan dana giro wadiah, sehingga bank mempunyai kesempatan
lebih untuk mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, bonus yang diberikan oleh
bank kepada nasabah tabungan wadiah biasanya lebih besar daripada yang
diberikan kepada nasabah giro wadiah. Besarnya bonus juga tidak dipersyaratkan
dan ditetapkan diawal.
b. Skema Tabungan
Wadiah
Skema tabungan wadiah,
yakni pihak penitip adalah nasabah deposan, pihak penyimpan adalah bank, dan
barang/aset yang dititipkan adalah uang. Tabungan wadiah tidak memiliki
fasilitas buku cek dan bilyet giro yang dimiliki oleh giro wadiah.
c. Macam-macam Tabungan
Wadiah
Tabungan wadiah
dibagi menjadi dua yakni tabungan wadiah yad al-amanah dan tabungan wadiah yad ad-dhamanah. Giro wadiah yad al-amanah adalah simpanan yang dititipkan
nasabah kepada bank tidak untuk dimanfaatkan, nasabah hanya mengukur
kepercayaan dan mengamankannya di bank dengan demikian nasabah tidak menerima
bonus atau imbalan apapun . Tabungan wadiah yad ad-dhamanah adalah
simpanan yang ditipkan nasabah kepada bank untuk dipergunakan, dimanfaatkan
bank atau untuk digunakan lebih produktif, sehingga nasabah berhak menerima
bonus dan imbalan dari pihak bank, dengan syarat bonus tidak dikatakan dimuka.
3.
Pendanaan dengan prinsip qardh
Simpanan giro dan tabungan juga dapat
menggunakan prinsip qardh ketika bank dianggap sebagai penerima pinjaman tanpa bunga dan nasabah deposan
sebagai pemilik modal. Bank dapat memanfaatkan pinjaman dari nasabah deposan
untuk tujuan apa saja, termasuk kegiatan produktif mencari keuntungan.
Sementara itu nasabah yang dijamin akan memperoleh kembali dananya secara
penuh, pada saat waktu nasabah ingin menarik dananya. Bank boleh juga
memberikan bonus kepada nasabah deposan, selama hal ini tidak dikatakan diawal
perjannian. Simpanan giro qardh dan tabungan qardh seperti ini
banyak dilakukan di perbankan Islam di Iran. Giro dan tabungan qardh memiliki
karakteristik menyerupai giro dan tabungan wadiah. Bank sebagai peminjam dapat
memberkan bonus karena bank menggunakan dana untuk tujuan produktif dan
menghasilkan profit. Bonus tabungan qardh lebih besar daripada giro qardh,
karena bank lebih leluasa menggunakan dana untuk tujuan produktif. Bentuk qardh
seperti ini tidak umum digunakan oleh bank syariah. Hanya bank syariah di Iran
menggunakan akad qardh untuk simpanan.
a. Mudharabah
1). Pengertian
Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb yeng
berarti memukul atau berjalan. Dalam bidang ekonomi islam, pengrtian memukul
atau berjalan lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam
menjalankan usahanya. Sedangkan secara istilah, mudharabah merupakan akad kerja
sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana), menyediakan
seluruh dana, sedangkan pihak kedua
(pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi
diantara mereka sesuai kesepakatan, sedangkan kerugian finansial hanya
ditanggung oleh pengelola dana. Secara oprasional, ada tiga jenis mudharabah:
a) Mudharabah mutlaqah adalah mudharabah
dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam
pengelolaan investasinya.
b) Mudharabah
muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada
pengelola dana, antara lain mengenai tempat, cara dan atau objek investasi.
c) Mudharabah
musytarakah adalah mudharabah dimana pengelola dana menyertakan
modal atau dananya dalam kerja sama investasi.
b. Dasar Hukum
Mudharabah
Mudharabah mempunyai landasan dari Al-Quran,
As-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Landasan dari al Quran adalah sebagai berikut:[20]
Firman Allah dalam surah Al-Muzammil ayat 20.
ۙ وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ
اللَّهِ ۙ
Orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari
sebagian karunia Allah[21].
Firman Allah dalam surah Al-Jumuah ayat 10:
إِذَا
قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ
ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Apabila solat telah
dilaksanakan, maka bertebarlah kamu dimuka bumi; dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung[22].
c. Rukun-Rukun
Mudharabah
Agar Mudharabah berjalan sesuai dengan syariat
syariat Islam maka diperlukan beberapa rukun mudharbah yaitu:[23]
a). Pemilik modal (Shahibul maal)
b). Pelaku usaha atau pengelola modal (Mudharib)
c). Modal (ra’sul maal)
d). Pekerjaan pengelola modal (al-amal)
e). Keuntungan (ar-Ribh)
Mudharabah merupakan salah satu akad yang digunakan oleh bank syariah untuk produk
penghimpunan pihak ketiga. Dalam akad mudharabah, bank syariah dapat menawarkan
tiga produk perbankan yang telah dikanal oleh masyarakat luas yaitu giro,
tabungan dan deposito.
1. Giro Mudharabah
Bank
syariah menerima simpanan dari nasabah dalam bentuk rekening giro (current
account) untuk keamanan dan kemudahan pemakaian, seperti rekening tabungan
tetapi giro lebih mudah dan flexibel, karena nasabah dapat m enarik dananya
dengan cek dan bilyet giro.
Bank
juga dapat mengintegrasikan rekening giro dengan rekening investasi dengan
prinsip mudharabah dengan prinsip bagi hasil yang disepakati bersama.
Mudharabah merupakan prinsip bagi hasil dan bagi kerugian ketika nasabah sebagai pemilik modal (sahibul
maal) menyerahkan uangnya kepada bank sebagai pengusaha (Mudharib)
untuk diusahakan. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian di tanggung
oleh pemilik dana tau nasabah. Dalam praktiknya, tabungan wadiah dan tabungan
mudharabah yang biasanya digunakan secara luas oleh bank.
2. Tabungan Mudharabah
Bank
syariah menerima simpanan dari nasabah dalam bentuk rekening tabungan (saving
account) untuk keamanan dan kemudahan pemakaian, seperti rekening giro
tetapi tidak seflexibel rekening giro, karena nasabah tidak dapat m enarik
dananya dengan cek dan bilyet giro. Prinsip yang digunakan dapat berupa: a.
wadiah (titipan). b. qardh (pinjaman kebajikan). c. mudharabah (bagi hasil).
Bank
juga dapat mengintegrasikan rekening tabungan dengan rekening investasi dengan
prinsip mudharabah dengan prinsip bagi hasil yang disepakati bersama.
Mudharabah merupakan prinsip bagi hasil dan bagi kerugian ketika nasabah sebagai pemilik modal (sahibul
maal) menyerahkan uangnya kepada bank sebagai pengusaha (Mudharib)
untuk diusahakan. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian di tanggung
oleh pemilik dana tau nasabah. Dalam praktiknya, tabungan wadiah dan tabungan
mudharabah yang biasanya digunakan secara luas oleh bank.
3. Deposito Mudharabah
Deposito
adalah produk investasi berjangka waktu
tertentu dalam mata uang rupiah yang dikelola berdasarkan prinsip mudhorobah muthlaqoh.
Mudhorobah muthlaqoh yaitu apabila pihak mudhorib diberi kuasa penuh untuk
menggunakan dana shahibul maal tanpa batasan.
Deposito
mudharabah adalah bentuk tabungan berjangka atau investasi sesuai dengan waktu
dan keuntungan yang ditetapkan. Deposito dengan akad antara pemilik dana
sebagai shahibul maal (nasabah / pemilik dana) dan bank sebagai
pengelolaan dana atau mudharib untuk meneglola dana dan memperoleh laba serta
dibagi sesuai nisbah yang disepakati.
1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar